Tapi anehnya, jika sebelumnya AHOK selalu memuji kinerja BPK, mengapa tiba-tiba AHOK marah dan mengumbar caci-makinya terhadap BPK?
Jawabannya, karena BPK mengungkap kasus Sumber Waras menjadi bagian penting temuannya.
Kronologis Kasus Sumber Waras |
(1) Ketika mendapat sorotan tajam dari Presiden Jokowi dan Mendagri Tjahjo Kumulo terkait rendahnya serapan APBD DKI Jakarta, AHOK selalu berkilah dan membela diri “Tidak masalah serapannya rendah, asal uangnya tidak dikorupsi”.
(2) Sayangnya, pembelaan AHOK terkait rendahnya serapan APBD DKI Jakarta tidak sesuai dengan fakta yang diungkap dalam LHP BPK.
(3) BPK menemukan adanya indikasi ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang nilainya sangat fantastis. Wow…nilainya sungguh fantastis dan antagonistis.
(4) Menurut LHP BPK ada 38 temuan senilai Rp. 2.162.430.175.391. WOW Gila…nilai temuannya mencapai 2.16 triliun rupiah.
(5) Jadi inikah yang dimaksud AHOK tidak masalah serapan APBD nya rendah asal uangnya tidak dikorup?
6) Dan dari nilai temuan 2.16 triliun tersebut ada 3 kasus besar yang mendapat sorotan dari masyarakat yaitu 1. Kasus Sumber Waras, 2. Kasus UPS dan 3. Kasus Bantargebang.
(7) Dari ketiga kasus besar tersebut, kasus UPS yang ditangani oleh Bareskrim Polri sudah memasuki tahap persidangan.
(8) Dalam persidangan UPS, AHOK pun nekad 'berbohong' tidak menandatangani APBD-P, Ahok malah mencatut' nama Presiden Jokowi. Beruntung Hakim Ketua Soetardjo mematahkan kebohongan AHOK dengan menunjukkan dokumen resmi APBD-P yang telah ditandatangani AHOK.
(9) Dalam persidangan UPS tersebut AHOK juga hanya mampu mengumbar kata “TIDAK TAHU”. Padahal sebelum sidang digelar, AHOK berjanji di hadapan media akan membongkar secara tuntas aktor intelektual yang meloloskan anggaran UPS yang katanya anggaran siluman.
(10) Tapi dalam persidangan UPS tersebut terbukti, janji AHOK hanya omong kosong. AHOK lebih banyak bungkam dan menjawab TIDAK TAHU.
(11) Sedangkan kasus Sumber Waras masih dalam tahap penyelidikan KPK.
(12) Dibandingkan kasus UPS, kasus Sumber Waras lebih seksi dan hot karena diduga melibatkan AHOK secara langsung.
(13) Dari berbagai dokumen yang telah menjadi milik publik, AHOK adalah inisiator sekaligus eksekutor pengadaan tanah Sumber Waras, bukan SKPD Dinkes.
(14) Hasil audit investigasi BPK yang telah diserahkan pada KPK menunjukkan telah ditemukan adanya kerugian keuangan daerah sebesar Rp. 191.334.550.000 (191 Miliar) dalam pembelian tanah Sumber Waras.
(15) Kerugian tersebut diurai dalam 6 kategori pelanggaran hukum yaitu tahap perencanaan, penganggaran, tim, pengadaan pembelian lahan Sumber Waras, penentuan harga, dan penyerahan hasil.
(16) Tim Auditor BPK berhasil menemukan disposisi tertanggal 8 Juli 2014, yang berisi perintah Plt Gubernur AHOK kepada Ka Bappeda DKI pada surat penawaran dari YKSW, untuk menganggarkan pembelian tanah Sumber Waras senilai Rp. 755.689.550.000 (755 Miliar) melalui APBD-P 20014.
(17) Disposisi untuk menganggarkan pembelian tanah Sumber Waras melalui APBD-P tersebut dibuat oleh AHOK sehari setelah menerima penawaran dari YKSW tertanggal 7 Juli 2014.
(18) BPK menilai disposisi tersebut janggal dan tidak sesuai dengan Permendagri 13/2006, Perpres No 71/2012 dan UU No 2/2012.
(19) Sebagai pejabat yang telah berkoar-koar hanya akan taat pada konstitusi dibandingkan kitab suci, AHOK seharusnya memberi teladan untuk mematuhi segala peraturan perundangan yang berlaku.
(20) Bukankah peraturan dibuat untuk memperlancar proses, tertib administrasi dan mencegah tindak pidana korupsi?
(21) Dengan mentaati peraturan dan tertib administrasi maka semua program dan kebijakan bisa dipertanggungjawabkan sesuai peraturan perundangan.
(22) Selaku Plt Gubernur seharusnya AHOK tidak ikut campur secara detail. Karena sangat membahayakan dirinya, kedudukan dan jabatannya jika akhirnya terjerat pada tindak pidana korupsi.
(23) Padahal sebelumnya Dinkes DKI Jakarta telah menetapkan syarat teknis untuk membeli tanah yang akan dibangun sebagai rumah sakit yaitu:
1. Tanah harus siap bangun;
2. Bebas banjir;
3. Memiliki akses ke jalan besar;
4. Minimal luas 2500 m2.
(24) Dan hasilnya, berdasarkan kajian teknis dari Dinkes, tanah Sumber Waras tidak memenuhi syarat karena masih berdiri 15 bangunan sehingga tidak siap bangun, tidak bebas banjir, rawan macet dan tidak memiliki akses ke jalan besar.
(25) Sebagai pencerahan, lahan RS Sumber Waras terdiri dari dua bidang tanah, dalam satu hamparan dengan satu NOP (Nomor Obyek Pajak).
(26) Tanah seluas 32.370 m2 bersertifikat SHM (Sertifikat Hak Milik) dan yang satunya seluas 36.410 m2 bersertifikat HGB (Hak Guna Bangunan).
(27) Tanah bersertifikat HGB inilah yang dibeli Pemprov DKI Jakarta seharga Rp 755 Miliar.
(28) Entah kebetulan atau tidak, tanah bersertifikat HGB yang dibeli Pemprov DKI Jakarta itu sebetulnya akan habis masa berlakunya 26 Mei 2018.
(29) Artinya, tanah Sumber Waras yang bersertifikat HGB, pada akhir Mei 2018 bisa dikelola oleh Pemprov DKI Jakarta tanpa harus membayar hingga Rp 755 milyar.
(30) Dari surat penawaran dari YKSW (Yayasan Kesehatan Sumber Waras) yang disampaikan kepada AHOK tanggal 7 Juli 2014, terdapat informasi penting adanya pertemuan pihak Sumber Waras dengan AHOK.
(31) Dalam surat tersebut pihak Sumber Waras menjual tanah seluas 36.410 m2 dengan harga Rp. 20.755.000 per m2, sesuai NJOP tanah di Jl. Kyai Tapa.
(32) Dalam surat penawaran tersebut juga diinformasikan bahwa YKSW masih terikat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (APPJB) yang ditandatangani 14 Nopember 2013 dengan PT Ciputra Karya Utama (CKU).
(33) Dari surat penawaran YKSW tersebut ada kata kunci penting yang wajib disorot:
1. Ada pertemuan antara AHOK dengan penjual tanah Sumber Waras
2. Kepastian luas tanah
3. Harga per m2 sesuai NJOP di Jl Kyai Tapa
4. YKSW masih terikat perjanjian jual beli dengan PT CKU.
(34) Ketika AHOK membela diri di media dengan menyatakan bahwa pembelian tanah Sumber Waras sudah sesuai NJOP, Yudi Ramdan, selaku Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Internasional BPK dengan tegas mengatakan bahwa BPK tidak hanya menyoroti harga tanah dan NJOP, tapi masalah prosesnya.
(35) Pemprov DKI Jakarta adalah bagian dari pemerintahan sehingga harus tunduk dan patuh pada peraturan dan perundangan.
(36) Menggunakan uang milik negara sangat berbeda dengan menggunakan uang milik pribadi. Mengelola uang negara yang notabene merupakan uang rakyat sangat berbeda dengan manajemen GLODOK.
(37) Menurut Yudi seperti dikutip oleh Tempo.co, Rabu 8 Juli 2015, ada banyak faktor yang menyebabkan pembelian lahan Sumber Waras dinilai bermasalah oleh BPK di antaranya:
1. Proses pengadaan tanah Sumber Waras cacat procedural karena bukan diusulkan oleh SKPD melainkan atas inisiatif dan negosiasi langsung antara pemilik tanah dengan Plt Gubernur, AHOK.
2. Disposisi AHOK yang memerintahkan Kepala Bappeda untuk menganggarkan pembelian tanah Sumber Waras menggunakan APBD-P diduga telah melanggar UU Nomor 19/2012, Perpres Nomor 71/2012 dan Peraturan Mendagri Nomor 13/2006.
3. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai tidak melakukan studi kelayakan dan kajian teknis dalam penentuan lokasi. Terbukti tanah yang dibeli tidak memiliki akses untuk masuk, tidak siap bangun karena masih berdiri 15 bangunan, dan merupakan daerha langganan banjir.
4. Pembelian tanah masih terikat perjanjian jual-beli antara PT Ciputra Karya Uunggul (CKU) dengan Sumber Waras dimana PT CKU telah menyerahkan uang muka senilai Rp 50 milyar kepada Sumber Waras. BPK juga menemukan fakta bahwa harga yang dibeli oleh PT CKU jauh lebih murah yaitu Rp 15,5 juta per m2. Sedangkan Pemprov DKI Jakarta membeli dengan harga Rp. 20.755.000 per m2.
5. Pihak Sumber Waras menyerahkan akta pelepasan hak pembayaran sebelum melunasi tunggakan pajak bumi dan bangunan (PBB)
6. Adanya kerugian keuangan daerah sebesar Rp. 191.334.550.000 (dari selisih harga beli antara Pemprov DKI dengan PT CKU) atau Rp. 484.617.100.000 (dari selisih harga beli dengan nilai aset setelah dibeli karena perbedaan NJOP).
(38) Saat beli dari pihak Sumber Waras, Pemprov DKI menggunakan NJOP di Jl. Kiai Tapa dengan harga Rp. 20.755.000 per m2, tapi faktanya lokasi tanah berada di Jl Tomang Utara yang harga NJOP-nya Rp Rp 7,44 juta per m2.
(39) Banyak pertanyaan publik yang kini tidak mampu dijawab oleh AHOK yaitu:
1. Mengapa AHOK memaksakan untuk membeli tanah Sumber Waras tersebut? Padahal Dinkes telah merekomendasikan lokasi lain yang sudah dimiliki Pemprov DKI Jakarta tanpa harus memboroskan uang rakyat.
2. Mengapa AHOK memberikan disposisi hanya satu hari dari surat penawaran?
3. Mengapa AHOK bertemu dan negosiasi langsung? Jika terjadi tindak pidana korupsi maka kedudukan dan jabatan AHOK sangat berbahaya.
4. Mengapa AHOK memaksakan pembayaran pada tgl 30 Desember 2014, dengan cara yang tidak lazim melalui cek nomor CK 493387? Bukankah transaksi penggunaan dana APBD biasanya sudah ditutup pada tanggal 24 Desember untuk kepentingan pelaporannya. Dahsyatnya lagi, dana pembayaran tersebut langsung ditarik seluruhnya pada tanggal 31 Desember 2014.
5. Mengapa tanah tersebut dibayar padahal masih menunggak pajak PBB yang nilainya mencapai Rp. 6.616.205.808?
6. Mengapa AHOK nekad membeli tanah Sumber Waras bersertifikat HGB yang akan habis masa berlakunya pada 26 Mei 2018? Mungkin ada teman AHOK atau pendukung AHOK yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, sehingga mampu memberikan pencerahan publik.
Salam Kewarasan!
Sumber: Portalpiyungan.com
Demikian artikel tentang KRONOLOGIS KASUS SUMBER WARAS, Baca Biar Waras!! ini dapat kami sampaikan, semoga artikel atau info tentang KRONOLOGIS KASUS SUMBER WARAS, Baca Biar Waras!! ini, dapat bermanfaat. Jangan lupa dibagikan juga ya! Terima kasih banyak atas kunjungan nya.